Uncategorized

Pemuda Islam Kota dimanakah Kalian ?

Suatu malam yang riuk pikuk di tanah perkotaan, Tangerang. Saat sebuah penantian sang Asatidz setoran hafalan Al Qur’an untuk kami anak anak Rumah Tahfidz Indonesia. Tak menyangkan akan kedatangan tamu yang tak kami duga, bukan Ustad Yusuf Mansyur sang Owner PPPA Darul Qur’an, bukan Rektor kampus kami bahkan bukan pula Asatidz yang menerima setoran hafalan kami. Melainkan seorang jamaah Masjid Assalam, seorang jama’ah laki laki yang biasa mendirikan sholatnya di masjid yang hanya terletak sepuluh langkah saja dari Rumah Tahfidz kami.

Pak Arif sebut saja nama bapak tersebut, bapak yang sudah memasuki umur berkisar kepala empat itu, tiba tiba berselitahurahim ke asrama kami. Memberikan jabat tangannya kepada kami satu persatu, kami sempat dibuat binggung oleh beliau. Dalam pikiran kami mungkin orang ini yang akan menjadi Asatidz untuk hafalan kami. Namun, apa yang kami pikirkan ternyata salah besar. Beliau hanya jama’ah Masjid yang selalu mendirikan tiang agamanya disamping asrama kami, Masjid Assalam.

Obrolan pun dimulai saat beliau bertanya tanya tentang kami, tentang kegiatan kami, tentang dari mana kami berasal dan lain sebagainya. Semua pertanyaan beliau pun kami jawab dengan respon  welcome. Raut wajah beliau menunjukan sangat bangga akan kedatangan kami di lingkungannya. “Saya sungguh sanggat bangga dengan kalian, sangat sedikit sekali pemuda pemuda yang mau masih berinteraksi dengan yang namanya Masjid, terutama di daerah perkotaan” . Kurang lebih beliau katakan kepada kami dengan raut wajah yang penuh rasa bangga terhadap kami.

Pada akhir obrolan, beliau memberikan kami beberapa makanan ringan untuk kami. Meskipun hanya snack seadanya tapi kami merasa bangga pula akan pemberian beliau dan kedatangan beliau ke asrama kami.

Kejadian yang diatas membuatku memunculkan satu pemikiran dan pertanyaan besar dalam diriku. Kemanakah para pemuda di kota ini ? . Ini lah yang namanya kota, dimana pemuda pemudinya masih sangat jarang sekali mau belajar ilmu agama, bahkan terkadang mereka tak pernah diarahkan oleh kedua orang tuanya untuk belajar ilmu agama. Sungguh sangat memperihatinkan kondisi ini.

Saya pun langsung teringgat salah satu pelajaran yang pernah diberikan oleh guruku saat masih menimba ilmu di penjara suci, Al hikmah 2. Saat itu pengajian kitab fiqih, ”umdatusaliq” yang diampuh oleh romo K.H Moh. Najib Afandi, MA. Beliau saat itu sedang bercerita tentang kunjungungannya di salah satu kota terbesar di Indonesia. Ceritanya pun berujung pada masalah kondisi remaja atau pemuda di daerah perkotaan.

Gus Najib sapaan kebiasaan para santri itu mengatakan bahwa di daerah perkotaan sanggatlah minim sekali pengetahuan agama bagi para generasi pemuda. ”Saat itu saya beristirahat sebentar di salah satu Masjid untuk mendirikan sholah maghrib. Saya sungguh kaget saat saya melihat para pemuda yang sedang mengambil air wudlu yang masih asal asalan” ungkap beliau dihadapan ribuan santri Al Hikmah 2.

            Ini menunjukan betapa masih sangat minusnya pembelajaran dasar ilmu agama islam di daerah perkotaan. Bahkan mayoritas orang tua tak mengharuskan anak anaknya bisa membaca Al Qur’an dengan baik melainkan mereka lebih mementingkan ilmu ilmu yang berhubungan dengan keduniaan. Sebuah keperihatinan buat kita semua yang mengetahui agama.

Sehingga tak sering pula kita lihat para pemuda yang sudah menjabat gelar mahasiswa dann mengaku bahwa agama yang dianutnya adalah agama Islam. Tapi, masih belum lancar dalam membacakan Al Qur’an. Sungguh sebuah ironi, mereka belajar Al Qur’an hanya saat usia usia yang sangat dini dan tak pernah diulang kembali saat usianya bertambah. Mereka berfikiran kalau belajar Al Qur’an ya hanya saat kecil saja, itu sudah cukup ko.

Leave a Reply

4 thoughts on “Pemuda Islam Kota dimanakah Kalian ?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *