Uncategorized

Kemanakah Hafalan Mereka ?

“Saya cukup perihatin saat banyak orang menghafal Al Qur’an tetapi, akhlak perilaku tindak tunduk, bahkan ibadahnya pun tak menunjukan qur’aninyah”

Kalimat itu tiba tiba kembali teringat dalam benakku. Abah Mukhlas yang dawuh seperti itu. Hmm., memang setelah ku melepaskan ragaku dari penjara suci Al hikmah 2. ku temukan buktinya, ku menemukan hal hal yang didawuhkan Abah saat pengajian tafsir Jalalaen itu.

Sekarang rata rata orang mulai berbondong-bondong mencoba manghafalkan kallam Ilahi, tapi entah dimana jiwa qur’ani mereka ? dimana pula amalan-amalan yang seharusnya dilakukan oleh mereka ? seakan mereka jauh dari apa yang dihafalkan. Bukan berarti menghafalkan Al qur’an itu sesuatu hal yang tak baik atau sebuah kejelekan. Tatapi apa yang mereka perbuat tak sama dengan apa yang mereka hafal, sungguh ironi.

Hal itulah yang masih membuatku merasa menganjal dihati saat hendak menghafalkan Al Qur’an. Selain merasa tak sanggup untuk menghafal, pertimbangan untuk menjaga hafalanpun sampai saat ini ku rasa aku belum sanggup. Tetapi tidak semua hafidz atau hafidzoh berperilaku seperti yang diatas, ada pula yang mengahfal dan mengamalkan kalam sang Illahi.

”yang terpenting itu, bagaimana kita mencoba mengamalkan isi Al Qur’an nya bukan hanya sekedar hafal. Kalau hanya sekedar menghafal itu gampang, yang sangat susah adalah mengamalkannya”.

                    ****

Aku merasa beruntung pernah nyantren dan menjadi santri di Al hikmah 2, yaa., meskipun hanya tiga tahun. Tapi, ditiga tahun itu ku banyak belajar tentang agama, tentang kitab-kitab warisan para ulama, warisan  yang sungguh besar, Kitab kuning.

Kini ku lepaskan ragaku dari penjara suci yang sudah banyak mendidikku, Al hikmah 2. Memberanikan bermetafosa diri dengan harapan akan menjadi kupu-kupu yang kan terbang dengan indah. Namun, hanya ragaku saja yang berpisah jauh dari Al hikmah 2, yaa., hanya raga saja. Aku berharap besar meskipun raga ku terhempas jauh, meninggalkan Al hikmah 2. Tapi, jiwa, rohani dan keislaman ku tak akan pernah hilang dan tak akan pernah jauh dari ajaran yang pernah ku dapatkan dari nyantriku di Al hikmah 2.

Ragaku sekarang terhempas jauh meninggalkan Al hikmah 2. Kini ku mencoba nyantri lagi, meskipun sangat berbeda dengan nyantriku ketika aku di Al hikamh 2.

Rumah Thafidz Darul Qur’an  kini ku menetap, ini salah satu yang membedakan nyantriku dulu dengan sekarang. Jika dulu nyatri di asrama sekarang ku nyatri tapi di rumah. Masih dalam satu yayasana yaitu Darul Qur’an. Mungkin banyak orang sekarang sudah mengetahui PPPA Darul Qur’an. Yaa., ini adalah salah satu pesantren milik ustad Yusuf Mansyur. Wahh., siapa sich sekarang yang tak mengetahui ustad sedekah itu ? seluruh Indonesia mungkin mengetahui ustad YM ini.

Kuliah di kampus ustad YM dan pulang ke rumah tahfidznya ustad YM pula, waahh., keliatanya seru dan asyik, apalagi jika mendapatkan beasiswanya. Mengiurkan. Alhamdulillah seiring jam berdetik, ku dapat menginjakan kaki ku disini dan berta’lim di sini dengan mendapatkan beasiswa pula. Namun, sampai saat ini meskipun dinamakan dengan “Rumah Tahfidz”, aku rasa aku masih belum berada di rumah tahfidz ini. Karena belum adanya ustad yang membimbing hafalan dan rasa masih setengah hati untuk menghafalkan kalam sang Illahi, membuat ku tak kunjung menghafalakan Al qur’an..

Sebenarnya cukup mengasikan memang bisa berada disini, berta’lim kembali, mengasah keilmuanku yang pernah ku dapat selama ini. Tentunya tak lepas dari tantangan, “semakin tinggi pohon maka semakin kencang pula anginnya”. Sekarang ku berteman dan bergaul dengan orang-orang yang memiliki background masing-masing pula. Background dari masing masing aliran islam mereka, dan dari cara pandang mereka.

Perjalanan hidup ku sekarang, seakan menjadi bukti besar apa yang abah dawuhkan diatas. Sekarang ku berteman dengan para khafidz dan khafidzoh dan rata rata dari mereka hanya sekedar ”HAFAL” masih jarang sekali untuk mengamalkannya. Bahkan mengetahui dan mengerti akan hukum-hukum fiqih saja pun masih cukup jarang, huft., mengenaskan.

Saat beberapa teman yang sudah menjadi khafidz dan ku coba tanyakan pertanyaan pertanyaan ringan mengenai fiqih. Huft., bukan jawaban yang memuaskan yang kudapat, melainkan jawaban ketidaktahuan mereka. Padahal pertanyaan yang ku lontarkan cukup sederhana dan ringan, ”yang membatalkan puasa itu ada berapa yahh.,?? ko antum dalam keadaan soum menggunakan pembersih telingga, bahkan katembatnya (pembersih telingga) sampe masuk ketelingga”.

Ya Allah., rasanya cukup perih mendengar jawaban mereka.  Lalu mereka selama ini hanya menghafalkan saja ? mereka gak pernah tah di ajarkan tentang seputar FIQIH saja., saat dulu nyantri di pondok dulu. Gak usah muluk-muluk sampai ilmu tauhid atau tasawuf, cukup ilmu fiqih. Kemanakah ilmu fiqih mereka ?? kemana ?? khafidz ko nda tahu fiqih ?? .

Cerita diatas hanya segelintir ceritaku disini, sudah tak sanggup jari jemariku jika menceritakan semua ironi disini. Biarkan lah., mungkin hal hal seperti diatas dapat membuat pelajaran buat diri ini. Dijadikan pengalaman hidup.

Leave a Reply

2 thoughts on “Kemanakah Hafalan Mereka ?

  1. semoga kamu termasuk orang-orang yang diangkat derajatnya karena hafalan.

    saya akui, jaman sekarang orang susah fokus. terlalu banyak input masuk ke telinga. sehingga bikin orang susah ngafal

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *