Perjalanan Hidup

Surat Terbuka Untuk Diriku Yang Sedang Risau

Bahwa risau, dan gelisah harusnya menjadikan syukur. Bersyukur kamu masih menikmati kegelisahan dan risau yang terkadang datang tanpa alasan yang jelas. Bahwa hal itu, yang akan mencoba kamu mendekatkan kembali pada sang Maha. “Kamu kalau keasikan dengan kenikmatan lupa dengan KU, maka saat ini AKU berikan kegelisahan tanpa alasan” begitu mungkin kiranya sang Maha mengingatkanku.

Tolonglah, Kembali Letakan Uang Hanya Digengaman Mu, Tak Usah Kamu Masukan Kedalam Hati.

Mengapa saat ini kamu begitu aneh, tak jelas, dan merasa takut. Padahal dulu kamu tidak pernah sekali pun memasukan uang kedalam hatimu, mengapa sekarang kamu begitu takut?

“Ya kan dulu masih ada Orang tua, ada Kakak, ada Suadara”

Hei, jiwa yang suka labil, apakah kamu tidak mengingat bahwa kamu ini punya yang membuat mereka semua?  Kamu punya Maha pemberi rezeki, mengapa kamu begitu risau?

Kamu sudah belajar berapa tahun? Kamu sudah mengenyam pendidikan yang digadang-gadang sebagai MAHAnya Siswa, mengapa otakmu masih dangkal saja?. Apakah matamu dan otakmu tidak pernah melihat hewan disekitar? Kamu tak pernah melihat semut? Kucing? Mereka tak berpendidikan dan tak memiliki akal pikiran seperti kamu, tapi mereka tidak pernah risau atau khawatir dengan rezeki, mereka semua dapat makan, dan berlangsung hidup. Meski tidak memiliki orang tua, kaka ataupun saudara.

Ingatlah, Perjalananmu Sudah Hampir Menyentuh Garis Finish

Apakah, kamu tidak mencoba menengok kebelakang? Kamu sudah pernah mengalami masa-masa hanya berhidupan uang gocap di Ibu kota dan harus dipakai sampai satu bulan.

Kamu sudah mengalami proses sebagai seseorang yang militan. Kamu bahkan pernah diremehkan oleh kaka iparmu sendiri, saat akan memilih kehidupan mu yang saat ini. “Sudahlah Zis, gak usah ngoyo untuk ke situ, coba kamu milih untuk A saja” kamu sudah membuktikan kepada dia bahwa kamu nyatanya sanggup dan bisa.

Bahkan kamu pernah dikecewakan dua kali berturut-turut oleh orang yang sama. Dia adalah adek kandung dari almarhum bapakmu sendiri. Bukannya sejak itu, kamu bisa bangkit, melupakannya, dan bertekad besar “AKU SUDAH TAK SUDI MENERIMA PEMBERIAN DARINYA! SAMPAI KAPANPUN TAK SUDI!”

Mereka adalah cambukan motivasi besar untukmu bukan? Setiap kali kamu berjalan, selalu mengomat-amitkan “Akan aku tunjukan kelak, akan aku ganti semua suatu saat nanti” itu kan dzikiranmu saat kamu disakiti oleh mereka? Mengapa sekarang kamu begitu jadi mahluk yang LEMAH!

Privilege, Gak Akan Jadi Jaminan Seseorang Bisa Sukses dan Bahagia

Bahwa yang sejak dari lahir sudah memiliki Privilage, kemudahan mendapatkan apa yang diinginkan, tidak menjadi jaminan kelak ia akan sukses dan hidup bahagia. Buktinya, lingkungan sekitarmu, saudaramu sudah pernah merasakan itu sendiri. Sejak bayi dimanja-manjakan dengan harta kekayaan orang tuanya, dikuliahkan hingga S2 dan di kampus favorit. Pergi main ke luar kota tinggal gesek kartu debit. Tapi apa akhirnya? Setelah orang tuanya meninggal, lima dari lima bersaudara, atau semua anaknya. Tidak ada satupun yang memiliki rumah, setiap hari dibingungkan dengan pikiran “makan nanti siang pake apa yah? Sudah tidak punya uang” begitu kiranya yang dikeluhkan sekarang.

Banyak Orang Yang Menginginkan Berada Di Posisimu, Mengapa Kamu Masih Mengeluh?

Coba pikir, saat ini kamu mendapatkan tiga beasiswa sekaligus untuk proses studimu. Tiga lembaga, salah satunya merupakan dibawah naungan kementrian pemerintah, setiap semester kamu bisa menikmati beasiswa itu. Satu dosen bahkan memberi beasiswa khusus buat kamu, kamu tak perlu memikirkan biaya foto copy tugas kuliah, tak perlu pusing-pusing untuk biaya print revisian skripsi berkali-kali yang jika dihitung-hitung bisa menguras dompetmu.

Udah dapet kerjaan, dimasa perkuliahan kamu bisa mendapatkan pekerjaan, dipercaya menjadi…. Hm., kalau bahasa managementnya sih ya ‘Manager’ tapi aku lebih suka dengan bahasa ketua divisi. Ketua devisi, tiap bulan dapet gaji. Kamu ada kesibukan, gak kaya mahasiswa yang lain, yang kerjaanya cuma 3K, kampus, kafe dan kosan.

Meski waktumu terserap dua kegiatan besar itu, kerja sambil kuliah. Nyatanya IPK kamu aman-aman saja, bahkan lebih besar dari pada mereka-mereka yang kerjaanya cuma kuliah dan habisin duit orang tua. Kamu bahkan sudah bisa menyisihkan uang buat orang tua, disaat teman-temanmu masih pada minta duit ke orang tuanya.

Kamu bisa membeli kebutuhanmu sendiri, beli motor, laptop, handphone hingga buat traveling ke luar kota pun kamu bisa membiayai dari hasil keringat sendiri. Banyak yang pengen berada di posisi kamu saat ini, lalu apakah kamu masih suka ngeluh? Suka merasa risau?

Bersyukur, dan tak perlu khawatir akan hari esok. Ingat pesennya Mbah Sudjiwo Tejdo

“Menghina Tuhan, tak selalu menginjak-injak Al Qur’an, meludahi masjid. Namun khawatir skripsimu gak selesai, khawatir besok tak bisa makan, dan khawatir gak dapet kerjaan yang bagus, itu sudah menghina Tuhan”

So, Rise Up!

This error message is only visible to WordPress admins

Error: No feed found.

Please go to the Instagram Feed settings page to create a feed.

Leave a Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *